Aku bertanya pada ibu di jalan setapak
Yang membawa sebakul penuh warna
Berkilau diterpa terik matahari
Perhiasankah yang kau bawa
Senyumnya iba
Jauh lebih mahal dari emas dan berlian
Katanya
Alisku mengerut tajam
Adakah ucapmu hanya cerita
Tawa hangat berirama
Menjadi jawabnya
Aku seorang pedagang
Bagi pembeli yang
Dapat melihat warna
Sebagai tinta sepanjang hidupnya
Apalah itu
Ia membelai rambutku
Yang paling berharga
Dari seorang manusia
Dan
Kutitipkan padanya
Lebur dalam bakul penuh warna
Sebongkah
Hati
June 22, 2016
June 21, 2016
Masa Kecilku/nya
Duduk di bangku
Asap cangkir
Koran
Lari
Seputar halaman
Kaki hitam tanah
Hijau rumput terinjak
Lepas
Minyak menyalak
Meja bertata sendok garpu
Tanya gurau
Sarapan
Duduk di bangku
Asap cangkir
Ponsel
Telungkup
Seputar laman
Kaki pucat bulan
Abu rumput terjajah
Mudah
Cemas mengendap
Meja berhias gulungan kabel
Kicau sunyi
Selesai?
Asap cangkir
Koran
Lari
Seputar halaman
Kaki hitam tanah
Hijau rumput terinjak
Lepas
Minyak menyalak
Meja bertata sendok garpu
Tanya gurau
Sarapan
Duduk di bangku
Asap cangkir
Ponsel
Telungkup
Seputar laman
Kaki pucat bulan
Abu rumput terjajah
Mudah
Cemas mengendap
Meja berhias gulungan kabel
Kicau sunyi
Selesai?
Mungkin.
Bagaimana jika
Setubuh pilu itu
Tak lain
Hanyalah
Angan yang kau tempa
Dalam buai angin senja
Hingga
Menjadi belati berukir puisi
Menembus
Jantungmu.
Serahkan padaku
Akan hilang perih
Hatimu dalam genggaman
Tajam taringku
Yang tulus.
(Cintalah bukan karena aku)
Setubuh pilu itu
Tak lain
Hanyalah
Angan yang kau tempa
Dalam buai angin senja
Hingga
Menjadi belati berukir puisi
Menembus
Jantungmu.
Serahkan padaku
Akan hilang perih
Hatimu dalam genggaman
Tajam taringku
Yang tulus.
(Cintalah bukan karena aku)
June 14, 2016
Subscribe to:
Posts (Atom)