Jangkrik memenuhi hening kamar
Mengiringi degup yang tak juga melambat
Dan suara-suara dalam kepala yang tidak pernah mau berdamai
Kau duduk di luar
Dengan gitar, sebatang rokok, dan
Sebait cinta dalam lagu
Yang kau bilang terlalu pilu.
Sejujurnya,
Aku ingin, kau
Mendekap gigil yang bersemayam di pojok hati
Ngilu menggerogoti tawa larut malam yang sudah lama mati
Sudahlah.
Bulan terbaring pucat
Di atas hamparan gugusan bintang yang
Berbentuk seperti botol anggur
Hitam gemerlap.
Indah,
Dan membutakan.
Kusebut namamu.
Kau terdiam.
Angin mengecup hiasan bambu depan rumah
Yang bergemerincing seakan sedang tertawa
Atas dosa yang sedang kita renungkan.
Dunia sudah jadi gila.
Ataukah aku yang terlalu banyak bicara?
Sepuluh ribu kilometer kemudian,
Kau memetik halus setiap senar,
Tersenyum dibawah temaram lampu
Yang menyentuh wajahmu mesra
Sambil menatap laut di kejauhan
Berharap setiap nada
Sampai
No comments:
Post a Comment