Kemudian di tengah bara api yang menyala di atas kota,
Angin menggonggongkan sajak pilu tentang amarah yang membeku
Ratusan besi karat menari beralaskan debu
Bertahtakan aku.
Lalu?
Matamu tertawa dalam gelap
Mengejek daun yang jatuh terseret hujan
Yang tak henti merintih sejak takbir berkumandang
Dalam senandung senyap.
Keparat.
Malam ke sembilan belas aku terjaga.
Di bawah mimpi bergelombang membentuk wajah wajah serupa
Hingga satu titik memecah semesta, dan
Alam bersorak menyambut satu nama.
Ya.
Berlarilah sekuat tenaga.
No comments:
Post a Comment