May 19, 2014
Bukan Cerita yang Dia Butuhkan
May 18, 2014
Jatuh
Aku jatuh cinta pertama kali pada suara lembut yang membangunkanku setiap pagi. Nyanyian bergemerincing halus setiap sebelum tidur, dan buaian penuh kasih sayang. Serta masakannya yang luar biasa dan kesabarannya yang tak terkalahkan. Meskipun belakangan ini aku seringkali kesal mendengar omelannya, atau ceritanya yang tak selesai selesai, Ibu adalah cinta pertamaku.
Lalu, aku jatuh cinta pada aroma Ayah yang membekas di ujung hidungku, tercium hingga ke seberang ruangan, tertinggal di bantal kesayangan yang mulai kusam. Meskipun beberapa tahun setelahnya aku mencibir setiap kali ia merokok, dan pada akhirnya ia benar-benar berhenti, aroma Ayah yang satu ini tetap membuat rindu sesekali.
Aku jatuh cinta pada perhatian Nenek, yang terkadang mengingatkanku tentang betapa cepat aku tumbuh dewasa, sampai ingin menangis rasanya. Meskipun akhir-akhir ini aku lelah dengan pertanyaan penuh kekhawatirannya, atau obrolan panjang saat aku tengah menonton, Nenek adalah nenek nomor satu di seluruh dunia.
Pada rintik hujan yang menumbuhkan nostalgia. Suara air yang menenangkan, aroma tanah yang menyegarkan, dan warna dunia sehabis hujan yang begitu bersih dan terang. Meskipun kadang hujan marah dan menghanyutkan banyak hal, ia adalah apa yang membuat kita duduk termenung memikirkan banyak hal dalam hidup. Sekaligus menghidupkan. Bahkan, aku mulai jatuh cinta pada petir.
Pada perjalanan jauh melewati hutan dengan pohon tinggi-tinggi, jalanan kecil berkelok-kelok, dan tebing terjal kehijauan. Meskipun rute itu rawan kecelakaan, atau Ayah yang tegang sepanjang jalan.
Pada logat Indonesia yang bermacam macam. Juga bahasanya yang begitu beragam. Meski aku tidak mengerti, senang rasanya di tengah sekelompok orang dari suku berbeda berincang-bincang. Di tengah semua itu aku merasa kecil dan tidak tahu apa-apa. Tapi di tengah keasinganku, mereka menerima.
Pada sekolah dan jadwalnya dari senin sampai sabtu, terus menerus, yang mempertemukanku dengan banyak cerita. Rasa. Dan teman yang kuanggap keluarga. Meskipun sekolah membosankan dan banyak sekali salahnya, tapi akuilah betapa kita merindukannya.
Pada tenda makanan di seberang jalan yang menyajikan sate kulit hangat serta telur puyuh, dibakar dengan rasa yang begitu nikmat. Meski makanan itu sangat tidak sehat.
Pada sinar matahari pagi yang menembus celah pepohonan dan jatuh tepat di pipi, saat aku sedang malas malasnya berjalan menuju kelas. Menghangatkan. Memeluk erat dengan tangannya yang tiada.
Pada lagu lama yang masing masingnya mengandung kenangan, dan menghadirkan perasaan yang sama setiap lagu itu diputar. Meskipun kenangan itu sendiri mungkin sudah terlupakan. Tapi, nada yang kuat selalu menyimpan rasa.
Pada selembar kain sajadah di sudut kamar yang mendamaikan. Meskipun kadang dengan sengaja kuabaikan.
Pada kata kata, yang begitu romantis, menyakitkan, lucu, cerdas, dan memukau pada saat yang bersamaan. Meskipun kata-kata adalah senjata yang sangat menyakitkan.
Pada goresan awan di langit, tipis tebal membentuk lukisan yang terus berubah tertiup awan. Meski seringkali menyilaukan.
Pada manusia yang begitu kompleks dan bermacam macam. Meskipun orang-orang terburuk mempolitisasi segalanya - bahkan kepercayaan.
Pada jam jam terbuang di hari minggu yang hanya dihabiskan di depan televisi, komputer, atau bahkan hanya telentang di atas kasur. Meskipun seharusnya ada hal penting yang bisa dilakukan.
Pada rasa haru sekaligus rindu saat sahabat di ujung telepon menceritakan pengalamannya, setelah bertahun tahun tidak berjumpa. Meski kadang kita lupa tentangnya.
Pada mimpi yang tergantung di kaki langit, beruntai untai milik ribuan orang penuh harapan. Polos seperti mata balita yang sedang meminta dibelikan boneka. Meskipun mimpi itu bisa jadi usang dimakan usia.
Pada debur ombak yang berkejaran jauh disana, indah diterpa sinar rembulan. Meski genggamannya mematikan.
Aku jatuh cinta pada cinta. Yang mampu mengubah seseorang jadi gila. Bisa mengubah segalanya. Menghilangkan segala apa jadi tidak kentara, sekaligus membuka lebar mata. Yang menjadikan kita manusia. Yang menandakan kita, kita.
Aku jatuh cinta pada dunia.
Kamu, bagaimana?
May 8, 2014
Manusia Ingin
Manusia
Ingin bebas dengan tali di sekeliling lehernya
Ingin dimengerti dengan mengabaikan tangis saudaranya
Ingin dicinta dengan memerkosa
Ingin bahagia dengan merayakan kematian setiap tahunnya
Ingin berbagi dengan memiliki
Ingin peduli dengan menutup telinga hingga tuli
Ingin bernyanyi dengan mencekik diri sendiri
Ingin hidup dengan meniupkan racun ke sekelilingnya
Ingin dilihat dengan menginjak
Ingin dikenal dengan wajah menunduk setiap saat
Ingin dikenang dengan kebencian memenuhi hatinya
Ingin abadi dengan menghancurkan ibu pertiwi
Ingin menjaga dengan membangun kandang raksasa
Ingin berkarya dengan menghina
Ingin berguna dengan berleha-leha
Ingin menang dengan mengalahkan
Ingin menjadi yang terkuat dengan berlindung di balik sejuta alasan
Ingin memimpin dengan membunuh rakyatnya
Ingin sempurna dengan menikmati belenggu nafsunya
Ingin tidak sendirian dengan mendepak semua orang
Ingin didengar dengan mengabaikan setiap pembicaraan
Ingin diutamakan dengan menomor-seratuskan
Ingin dianggap hebat dengan bualan yang tidak masuk akal
Ingin maju dengan melihat ke belakang
Ingin menjadi yang terdepan dengan terjebak dalam khayalan
Ingin tahu dengan tidak berani bertanya
Ingin bisa dengan diam saja
Ingin menjadi malaikat dengan iblis sebagai sahabat
Ingin pintar dengan tidak memahami apa apa
Ingin bijak dengan terlalu banyak bicara
Manusia
Memang terlalu banyak maunya
Kau Mungkin Tidak Tahu
Kau mungkin tidak tahu. Saat kau duduk termenung sendirian, seseorang di ujung sana memperhatikanmu - lalu tersenyum malu malu.
Kau mungkin tidak tahu. Ketika kau mengeluh lelah, dan menyerah, seseorang di seberang sana sedang berjuang mati matian untuk bahkan sampai lima ratus meter di belakang apa yang telah kau miliki.
Kau mungkin tidak tahu. Orang asing yang kau sapa dengan senyum tadi siang membatalkan niatnya untuk berhenti berusaha. Senyummu membangkitkan kembali semangatnya.
Kau mungkin tidak tahu. Dia yang kau bicarakan dengan nada jijik setengah kasihan itu ternyata seribu kali lipat lebih baik darimu.
Kau mungkin tidak tahu. Mereka yang tidak pernah ada saat kau cari, ternyata adalah orang-orang yang paling peduli.
Kau mungkin tidak tahu, tapi kamu sudah terlambat. Kesempatan itu sudah kau lewatkan, dan tak akan kembali lagi.
Kau mungkin tidak tahu. Mereka yang kau anggap lebih baik itu pernah melakukan kesalahan yang sama. Dan mereka yang kau anggap buruk ternyata lebih mulia hatinya.
Kau mungkin tidak tahu. Atau tidak sadar, semua orang yang kau sayangi sedang meregang nyawa perlahan. Dan kau akan terus kehilangan.
Kau mungkin tidak tahu. Waktu yang kau habiskan bersenang-senang itu tidaklah sia sia. Semua yang terasa berlalu lebih cepat akan terus teringat.
Kau mungkin tidak tahu. Apa yang kau keluhkan kali ini, atau kemarin, atau kemarin lusa, tidak ada bandingannya bagi banyak orang di luar sana. Percayalah, bahwa kau yang tengah membaca ini, sama denganku, masih memiliki banyak pilihan indah dalam hidup. Tidak semua orang begitu.
Kau mungkin tidak tahu. Sebanyak apapun kekurangan mereka di matamu, keluarga adalah mereka yang paling menyayangimu. Begitu juga sebaliknya. Dan keluarga juga adalah mereka yang tak punya ikatan darah tapi mengisi sebagian besar ruang di hati.
Kau mungkin tidak tahu. Pengendara motor yang tadi hampir menabrakmu dan kau maki habis habisan itu baru saja mendengar bahwa anaknya sedang sakit. Pengendara mobil di sampingnya baru saja dipecat. Dan supir taksi didepannya masih berduka setelah seminggu istrinya meninggal dunia.
Kau mungkin tidak tahu, namun ketahuilah bahwa hidup ini tidak sesederhana itu. Pengalaman dan rencana yang kau susun boleh jadi begitu bahagia, tapi suatu saat kau terbangun dan hidup menamparmu tepat di pipi kanan. Dan pipi kiri. Lalu menertawakanmu kencang kencang.
Kau mungkin tidak tahu, manusia manusia lain yang bersinggungan dengan kita itu sedang sama sama berjuang. Mungkin mereka sudah kena tampar hidup duluan. Beberapa kali. Dan mereka yang hidupnya paling berat itu, jika selamat, adalah manusia paling kuat.
Kau mungkin tidak tahu kalau kita, manusia, adalah makhluk paling jahat dan perusak dan egois dan sombong di muka bumi ini. Mungkin tidak semua, tapi berkacalah pada tumbuhan. Pada hewan. Jika kau malu, maka kamu masih lebih baik dari sebagian lain spesies kita.
Kau mungkin tidak tahu ketika aku menulis ini, aku tidak tahu akan mengakhirinya seperti apa. Setiap paragraf di sini adalah pemikiran yang spontan dan tidak tertata. Tapi kira kira, begini kesimpulannya.
Kau mungkin tidak tahu, tapi hidup adalah sesuatu yang paling tidak terduga. Roller coaster adalah analogi yang terlalu menyenangkan, karena ada kalanya kau harus mengarungi lautan, terseret di padang pasir seluas samudera hindia, atau bahkan jatuh terperosok jurang. Baik ungkapan maupun kejadian sebenarnya.
Dan kau mungkin tidak tahu, satu satunya cara kita untuk selamat dari tamparan hidup adalah dengan menikmatinya. Tentunya, dengan orang-orang yang kita sayangi.
Aku Ingin, Tidak
Aku ingin mengutarakan perasaanku dengan lagu
Yang dinyanyikan pengamen tua di ujung jalan itu
Bukan gubahan cinta yang mendayu-dayu
Atau joget dendang melayu
Aku ingin mengutarakan perasaanku dengan embun jatuh dari dedaunan
Bukan debur ombak di laut selatan
Atau bintang terpanggang di kejauhan
Aku ingin mengutarakan perasaanku dengan angin
Yang membelai rambutmu lembut
Bukan api yang berkobar liar
Atau hujan yang menghanyutkan kenangan
Aku ingin mengutarakan perasaanku dengan tawamu
Yang ringan, tulus dari lubuk hatimu
Bukan ratusan janji
Atau mencetak mimpi
Aku ingin mengutarakan perasaanku dengan bahasa bayi
Dengan sinar mentari yang menerobos celah di pagi hari
Dengan nyanyian malam yang bercerita tentang sunyi
Bukan sepi
Aku ingin mengutarakan perasaanku
Dengan senyum simpul di penghujung hari
Bukan puisi dengan rima yang bertubi-tubi
Dan pilihan kata yang buruk sekali
Aku ingin mengutarakan perasaanku
Dengan dialog dalam hati
Aku ingin
Mengutarakan perasaanku
Dengan jujur
Dan lembut
Tanpa mengutarakan perasaanku
May 5, 2014
Kupu-Kupu
"Kau mengharapkan kedatangannya?" Ia berbicara padaku.
"Ya."
"Kau tahu, aku adalah hitam oranye yang dulu ia tepis."
"Benarkah?"
"Ya, sepuluh tahun yang lalu. Aku terlahir kembali dengan warna berbeda."
"Bohong."
"Ya sudah kalau tidak percaya." Ia terbang perlahan, lalu berkata. "Oh, dan selamat menanti."
May 4, 2014
I Wish We Had More Time
We need more time.Inget nggak sih, kapan pertama kali kita pake seragam sekolah? Hari pertama masuk SD? Waktu itu, malam sebelumnya saya nyoba baju putih merah yang super kaku dan gombrang sana sini. Termasuk sepasang sepatu dan kaos kaki baru. Berdiri di depan kaca, muter muter entah berapa kali sambil cekikikan sendiri. Centil, memang, tapi begitulah euforia saat itu. Masuk SD. Kalaupun ternyata beberapa bulan kemudian saya baru tahu harus pakai kacamata silindris empat, yang berarti selama setahun kebelakang pandangan saya kabur macam efek camera360, tapi kenangan di hari pertama kelas satu SD itu masih melekat sampai sekarang. Tentang gimana teman pertama yang saya kenal hari itu ternyata rumahnya beberapa puluh meter dari rumah saya. Tentang gimana kita main otopet setelah itu. Tentang banyak hal. Pertama kali masuk sekolah. Dan, tanpa terasa, sekarang saya sudah menjadi mahasiswa.
We need more time.Pertama kali jatuh cinta. Ha! Ingat? Mungkin, bisa dibilang, pertama kali ngalamin yang namanya cinta monyet. Atau apapun itu namanya. Saya sendiri termasuk yang baru mengalami masa ngeceng alay saat kurang lebih SMP. Pertama kalinya merasakan hal berbeda ketika tertarik pada lawan jenis. Saat itu, segalanya terasa berubah. Butterflies in our stomach, curi pandang setiap ada kesempatan, jumpalitan setelah berpapasan... Oh wait, sekarang juga masih begitu. Tapi, ingatkah kita rasanya, sekian tahun yang lalu itu? Sekarang, sudah berapa orang yang kita jatuhi? Sudah berapa banyak yang menangkap kita saat kita jatuh? Ups, jadi galau. Anyway, setelah sekian tahun, sekian wajah yang bikin kita klepek-klepek, sekian cerita penuh tangis dan tawa, sadarkah kita kalau ini sudah tahun 2014? Buat saya, sudah 6 tahun sejak pertama saya mengenal kata keceng mengeceng. Saya sendiri sudah menginjak tahun ke delapan belas. Dan, rasanya, baru kemarin saya mentertawakan teman SMP saya yang curhat tentang kecengannya. Masih kecil kok sudah bicara tentang cinta. Pusing sendiri, pula. Begitu pikir saya saat itu. Sekarang? Ah, jadi malu sendiri. Tapi tetap saja, rasanya, kok, kita sudah ada disini. Dengan banyaknya cerita yang tidak penting tapi penting.
We need more time.I don't know about you guys, but I think every students understand how time flies faster than the light. Lagi lagi kecepatan cahaya. Fisika. Ujian. Ah, sudahlah. Semua pelajar, termasuk yang super duper rajin, pasti merasa, awal semester hingga minggu ujian adalah fase waktu yang sangat fana. Kemarin kita tarik napas dalam dalam, siap menyongsong hari baru setelah liburan, dan sekarang tiba-tiba kita dihadapkan soal ujian pertama. Ya Tuhan, ampunilah hamba.
We need more time.Saya pernah terbangun dalam keadaan panik. Panik, karena tiba-tiba saya terbangun dengan rutinitas hidup seperti ini, seperti sekarang, Panik, kenapa tiba-tiba hidup saya jadi begini? Panik, karena rasanya baru kemarin jadwal kita cuma tidur dan main. Baru kemarin kita baca buku pertama kita. Baru kemarin kita pulang sore sendiri. Panik, ingin tidur lagi tapi tak bisa. Panik karena tiba-tiba kita punya tanggung jawab, meskipun baru untuk diri kita sendiri, padahal hati kecil kita masih sembunyi dibalik kursi, belum siap. Panik mencari masa kecil, Panik mencari hari kemarin. Panik ingin mengulang waktu, atau memberhentikannya, atau melesat langsung ke bulan depan. Atau tahun depan. Padahal, kita tahu sama tahu kalau rasa panik itu hanya muncul dari sugesti kita sendiri.
We need more time.Untuk banyak orang, saat ini, waktu adalah hal yang paling menghambat kebahagiaan kita. Terlambat. Terlalu cepat. Bukan waktu yang tepat. Butuh waktu yang lebih banyak. Menyia-nyiakan waktu. Waktu yang menjawab. Andai waktu bisa berjalan mundur. Andai waktu bisa kita atur...
We need more time.Manusia memang terlalu banyak bernostalgia. Mengulang hal yang kita suka, menyingkirkan hal yang mengganggu kita. Bahkan, kalau bisa, meniadakannya. Itulah kenapa kita jadi begitu tergantung pada waktu. Karena kita menyamakan waktu dengan momen. Dan momen yang membahagiakan tidak akan terasa sama saat terjadi untuk kedua kalinya. Dan meski kita memohon, meminta, menderita untuk mendapatkan lebih banyak waktu, percayalah bahwa sesungguhnya itu tidak akan mengubah apa-apa. Karena diri kita saat ini terbentuk dari jalan jalan yang kita pilih selama waktu yang terbatas itu. Ya, kadang waktu yang begitu sempit ini membuat kita nyaris tidak mungkin melakukan hal yang kita suka sekaligus menjalankan tanggung jawab kita. Itulah kenapa orang yang paling bahagia adalah orang yang bisa menikmati waktunya, tanpa penyesalan.
We need more time?
We don't need more time. Everyone has the same 24 hours a day, 7 days a week, and 52 weeks a year. Yes, we are all dying. The moment you finish reading this, there might be someone dead across the street. I might die tomorrow. Or today. Or next year. But that's not the point. We are all dying. We are all running out of time. That's why you have to fight, to do what you really want. To be that person you wish to be. To live the life you dream of. To be with people you love. To die happy. To live freely.
We don't need more time. We just need to live more.