Aku jatuh cinta pertama kali pada suara lembut yang membangunkanku setiap pagi. Nyanyian bergemerincing halus setiap sebelum tidur, dan buaian penuh kasih sayang. Serta masakannya yang luar biasa dan kesabarannya yang tak terkalahkan. Meskipun belakangan ini aku seringkali kesal mendengar omelannya, atau ceritanya yang tak selesai selesai, Ibu adalah cinta pertamaku.
Lalu, aku jatuh cinta pada aroma Ayah yang membekas di ujung hidungku, tercium hingga ke seberang ruangan, tertinggal di bantal kesayangan yang mulai kusam. Meskipun beberapa tahun setelahnya aku mencibir setiap kali ia merokok, dan pada akhirnya ia benar-benar berhenti, aroma Ayah yang satu ini tetap membuat rindu sesekali.
Aku jatuh cinta pada perhatian Nenek, yang terkadang mengingatkanku tentang betapa cepat aku tumbuh dewasa, sampai ingin menangis rasanya. Meskipun akhir-akhir ini aku lelah dengan pertanyaan penuh kekhawatirannya, atau obrolan panjang saat aku tengah menonton, Nenek adalah nenek nomor satu di seluruh dunia.
Pada rintik hujan yang menumbuhkan nostalgia. Suara air yang menenangkan, aroma tanah yang menyegarkan, dan warna dunia sehabis hujan yang begitu bersih dan terang. Meskipun kadang hujan marah dan menghanyutkan banyak hal, ia adalah apa yang membuat kita duduk termenung memikirkan banyak hal dalam hidup. Sekaligus menghidupkan. Bahkan, aku mulai jatuh cinta pada petir.
Pada perjalanan jauh melewati hutan dengan pohon tinggi-tinggi, jalanan kecil berkelok-kelok, dan tebing terjal kehijauan. Meskipun rute itu rawan kecelakaan, atau Ayah yang tegang sepanjang jalan.
Pada logat Indonesia yang bermacam macam. Juga bahasanya yang begitu beragam. Meski aku tidak mengerti, senang rasanya di tengah sekelompok orang dari suku berbeda berincang-bincang. Di tengah semua itu aku merasa kecil dan tidak tahu apa-apa. Tapi di tengah keasinganku, mereka menerima.
Pada sekolah dan jadwalnya dari senin sampai sabtu, terus menerus, yang mempertemukanku dengan banyak cerita. Rasa. Dan teman yang kuanggap keluarga. Meskipun sekolah membosankan dan banyak sekali salahnya, tapi akuilah betapa kita merindukannya.
Pada tenda makanan di seberang jalan yang menyajikan sate kulit hangat serta telur puyuh, dibakar dengan rasa yang begitu nikmat. Meski makanan itu sangat tidak sehat.
Pada sinar matahari pagi yang menembus celah pepohonan dan jatuh tepat di pipi, saat aku sedang malas malasnya berjalan menuju kelas. Menghangatkan. Memeluk erat dengan tangannya yang tiada.
Pada lagu lama yang masing masingnya mengandung kenangan, dan menghadirkan perasaan yang sama setiap lagu itu diputar. Meskipun kenangan itu sendiri mungkin sudah terlupakan. Tapi, nada yang kuat selalu menyimpan rasa.
Pada selembar kain sajadah di sudut kamar yang mendamaikan. Meskipun kadang dengan sengaja kuabaikan.
Pada kata kata, yang begitu romantis, menyakitkan, lucu, cerdas, dan memukau pada saat yang bersamaan. Meskipun kata-kata adalah senjata yang sangat menyakitkan.
Pada goresan awan di langit, tipis tebal membentuk lukisan yang terus berubah tertiup awan. Meski seringkali menyilaukan.
Pada manusia yang begitu kompleks dan bermacam macam. Meskipun orang-orang terburuk mempolitisasi segalanya - bahkan kepercayaan.
Pada jam jam terbuang di hari minggu yang hanya dihabiskan di depan televisi, komputer, atau bahkan hanya telentang di atas kasur. Meskipun seharusnya ada hal penting yang bisa dilakukan.
Pada rasa haru sekaligus rindu saat sahabat di ujung telepon menceritakan pengalamannya, setelah bertahun tahun tidak berjumpa. Meski kadang kita lupa tentangnya.
Pada mimpi yang tergantung di kaki langit, beruntai untai milik ribuan orang penuh harapan. Polos seperti mata balita yang sedang meminta dibelikan boneka. Meskipun mimpi itu bisa jadi usang dimakan usia.
Pada debur ombak yang berkejaran jauh disana, indah diterpa sinar rembulan. Meski genggamannya mematikan.
Aku jatuh cinta pada cinta. Yang mampu mengubah seseorang jadi gila. Bisa mengubah segalanya. Menghilangkan segala apa jadi tidak kentara, sekaligus membuka lebar mata. Yang menjadikan kita manusia. Yang menandakan kita, kita.
Aku jatuh cinta pada dunia.
Kamu, bagaimana?
No comments:
Post a Comment