December 25, 2016

Sungguh

Tak apa.
Kau sudah menjelma hujan yang deras tiba-tiba, membasuh kota dengan sejuk yang berlebihan. Kau acara tv membosankan yang kita perbincangkan di ruang tunggu apotek, mengulur waktu perpisahan. Kau debur ombak yang berkejaran, menggenggam wajahku yang merindukan lautan. Kau gurih dalam kuning telur setengah matang. Kau dekap yang tersisipkan dalam jaket tebal yang kupeluk ketika kantuk menghadang. Kau wafer coklat di antara cracker keju yang menyelamatkanku di pagi yang meradang. Kau ada dalam setiap tokoh ratusan film yang sudah atau belum aku saksikan. Kau mimpi yang tak pernah alpa setiap lelap membuai. Kau bersemayam dalam nada minor lagu-lagu yang kita perdengarkan. Kau pilar tinggi penyangga yang belum pernah kutemukan. Kau hangat di tepi pantai setelah badai menghantam pesisir tadi malam. Kau menyusup dalam cerita masa kecil yang bermain di sekitar rumah, sekolah, atau hutan. Kau adalah sengatan adrenalin setiap sesuatu yang menyenangkan datang. Kau menjadi detik-detik yang ingin kuceritakan. Kau sapa yang terlukis dalam selamat malam. Kau pendar lampu di sepanjang jalan. Kau nikmat dalam setusuk sate kulit ayam. Kau untaian kata yang tak akan pernah kuucapkan. Kau gurat senyum nenek pengemis tua yang duduk di samping trotoar. Kau pekat teh panas dalam genggaman. Kau dengkur kucing yang tidur di atas pangkuan. Kau hadir dalam potongan adegan yang kita tertawakan. Kau embun yang menyelimuti Bandung di pagi bulan kemarau. Kau ada-di setiap sudut yang kulalui dalam temaram, lubang yang kuhindari di jalan, jeda di tengah keramaian; di antara segalanya.

Tenanglah.
Tak akan ada duka yang mampu menandingi semesta yang telah kau selamatkan.

Pergilah,
Karena kau telah abadi.