May 21, 2017

Gelas Kaca

Suatu hari nanti aku akan masih saja duduk di atas kursi kayu teras belakang, memakai  daster batik yang sudah kusam. Bermain dengan kucing-kucing sambil melihat mobil melintas di jalan tol, atau memaksa si belang duduk diam di pangkuan sambil mencari kutunya. Ibu mungkin sedang sibuk di dapur dan bapak asyik membaca novel di kantor. Atau mereka sedang duduk di depan tv, saling merangkul, mengejek dengan penuh canda. Tenang karena masakan percobaanku sudah tertata rapi di meja. Saling mencuri peluk dan kecup saat aku berada di luar sini. Mendengarkan obrolan mereka yang selalu membuat iri, sambil diam-diam membiarkan kepala ini berlarian entah kemana. Liar merangkai cerita, menerkam nostalgia; atau mereka-reka mengapa retorika yang pernah datang dan pergi tak pernah bisa menyatu dengan bait-bait yang kuucapkan, sementara kau hadir tanpa kata dan sajak itu mendadak utuh--hampir sempurna.

Lalu kau akan datang ke teras belakang rumahku, dengan senyum lebar yang menyipitkan matamu dan melukiskan gurat-gurat pipi yang kuhapal benar setiap lekuknya.

Kau akan datang,
Dengan rencana
Atau secarik tebal bertintakan emas di atasnya.

Manapun yang kau bawa,
Kau akan datang
Dengan senyum dan gurat-gurat pipi
Yang kuhapal benar setiap lekuknya.

Pertanda kau sedang bahagia.
Dan bagiku, itu sudah lebih dari cukup.